MATEMATIKA DISKRIT DASAR – DASAR LOGIKA
KALIMAT DEKLARATIF
Ilmu logika berhubungan dengan kalimat-kalimat dan hubungan yang ada di antara kalimat-kalimat tersebut. Tujuan dari ilmu logika adalah untuk
memberikan aturan-aturan sehingga orang dapat menentukan apakah suatu kalimat
bernilai benar atau salah.
Kalimat yang dipelajari dalam ilmu logika bersifat umum, baik dari segi bahasa maupun bukti matematika berdasarkan hipotesis-hipotesis. Ilmu logika lebih mengarah kepada bentuk kalimat dari pada arti yang terkandung dalam kalimat tersebut.
Kalimat yang dipelajari dalam ilmu logika bersifat umum, baik dari segi bahasa maupun bukti matematika berdasarkan hipotesis-hipotesis. Ilmu logika lebih mengarah kepada bentuk kalimat dari pada arti yang terkandung dalam kalimat tersebut.
Suatu kalimat deklaratif (proposisi) adalah kalimat yang
bernilai salah atau benar, tetapi tidak keduanya.
Contoh 1
Berikut beberapa contoh kalimat proposisi :
a. 2 adalah bilangan prima.
b. Semarang merupakan ibukota
provinsi Jawa Timur.
c. 10 adalah bilangan ganjil.
d. 10 – 5 = 5
Dari beberapa kalimat proposisi di atas kalimat a dan kalimat d bernilai
benar, dan kalimat b dan c bernilai salah.
Contoh 2
Perhatikan beberapa kalimat dibawah ini :
a. Siapa namanya?
b. Simon lebih tinggi dari Dani.
c. X + Y = 10
d. 10 merupakan bilangan genap.
e. Dia mencintai 6.
Dari beberapa kalimat di atas :
- Kalimat
a bukan merupakan kalimat proposisi karena kalimat a merupakan kalimat
tanya.
- Kalimat
b bukan merupakan kalimat proposisi karena kalimat b tidak dapat
dibuktikan kebenarannya. Dalam kalimat tersebut tidak menunjukan secara
spesifik siapa yang dimaksud dengan Simon dan Dani, sehingga tidak dapat
diketahui apakah Simon lebih tinggi dari Dani.
- Kalimat
c juga bukan merupakan kalimat propisisi karena kalimat c tidak dapat di
tentukan nilai kebenaranya. Dalam menentukan nilai kebenaran dalam
kaliamt c tergantung dari nilai X dan nilai Y.
- Kalimat
d merupakan kalimat proposisi karena dalam kalimat d dapat dibuktikan
kebenaranya bahwa 10 merupakan anggota bilangan genap.
- Kalimat
e bukan merupakan kalimat proposisi karena dalam kalimat e tidak dapat
ditentukan kebenaran kalimatnya.
PENGHUBUNG KALIMAT
Sering kali kita menemukan beberapa kalimat yang perlu dihubungkan menjadi
satu kalimat yang lebih panjang. Misalkan pada kalimat “2 adalah bilangan genap
dan 3 adalah bilangan ganjil” merupakan penggabungan dua kalimat yang berbeda
yaitu kalimat “2 adalah bilangan genap” dan kalimat “3 adalah bilangan ganjil”.
Dalam logika, ada 5 penghubung seperti pada tabel berikut :
SIMBOL
|
ARTI
|
BENTUK
|
Ø
|
Tidak /
Not / Negasi
|
Tidak ...
|
Ù
|
Dan / And
/ Konjungsi
|
... dan
...
|
Ú
|
Atau / Or
/ Disjungsi
|
... atau
...
|
Þ
|
Implikasi
|
Jika ...
Maka ...
|
Û
|
Bi -
Implikasi
|
... jika
dan hanya jika ...
|
Dalam matematika digunakan huruf kecil untuk menyatakan suatu sub-kalimat
dan simbol-simbol penghubung untuk menyatakan penghubungan kalimat.
Contoh 1
Misalkan :
a menyatakan kalimat “2 adalah bilangan genap”
b menyatakan kalimat “3 adalah bilangan ganjil”
Maka, kalimat “2 adalah bilangan genap dan 3 adalah bilangan ganjil” dapat
dinyatakan dengan a Ú b
Contoh 2
Misal :
p menyatakan “hari ini cerah”
q menyatakan “hari ini panas”
Nyatakan kalimat dibawah ini dengan simbol logika :
a. Hari ini tidak cerah tapi
panas.
b. Hari ini tidak cerah dan tidak
panas.
c. Tidak benar hari ini cerah dan
panas.
Penyeselaian :
a. Kata “tapi” memiliki artian
sama dengan “dan” sehingga kalimat a dapat dinyatakan Øp Ú q
b. Øp Ú Øq
c. Kalimat “hari ini cerah dan
panas” dapat dinyatakan p Ú q sehingga kalimat c
dapat dinyatakan Ø(p Ú q)
Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak kalimat yang mengunakan kata – kata penghubung diatas, tetapi dengan arti yang berbeda-beda, tergantung konteks yang sedang dibahas, misal :
a. Jika Bayu menikah, Bayu akan
bekerja keras.
b. Jika Bayu tidak bahagia, maka
Bayu tidak akan menikah.
c. Jika 3 + 3 = 6, maka bunga
tulip berwarna biru.
Meskipun semua kalimat berbentuk jika ... maka ..., tetapi ketiga kalimat
tersebut memiliki konotasi yang berbeda. Implikasi dari kalimat a adalah sebuah
janji, kalimat b adalah hubungan sebab akibat, sedangkan kalimat c tidak
memiliki arti (tidak ada hubungan antara kedua kalimat penyusun).
Pada kalimat c terjadi keganjilan arti. Untuk menghindari keganjilan tersebut dalam logika tidak diisyaratkan adanya hubungan antara kedua kalimat penyusun. Dalam logika lebih ditekankan kepada susunan kalimat saja. Kebenaran suatu kalimat berimplikasi semata – mata hanya tergantung pada nilai kebenaran kalimat penyusunnya.
Dalam contoh beberapa kalimat diatas terjadi perbedaan konotasi. Untuk menghindari terjadinya perbedaan konotasi, maka penggunaan kalimat penghubung yang tepat sangat dibutuhkan, sehingga hanya memiliki satu konotasi saja. Caranya adalah dengan menggunakan tabel nilai. Berikut adalah contoh tabel nilai yang memuat 2n baris :
Pada kalimat c terjadi keganjilan arti. Untuk menghindari keganjilan tersebut dalam logika tidak diisyaratkan adanya hubungan antara kedua kalimat penyusun. Dalam logika lebih ditekankan kepada susunan kalimat saja. Kebenaran suatu kalimat berimplikasi semata – mata hanya tergantung pada nilai kebenaran kalimat penyusunnya.
Dalam contoh beberapa kalimat diatas terjadi perbedaan konotasi. Untuk menghindari terjadinya perbedaan konotasi, maka penggunaan kalimat penghubung yang tepat sangat dibutuhkan, sehingga hanya memiliki satu konotasi saja. Caranya adalah dengan menggunakan tabel nilai. Berikut adalah contoh tabel nilai yang memuat 2n baris :
p
|
q
|
Øp
|
p Ù q
|
p Ú q
|
p Þ q
|
p Û q
|
T
|
T
|
F
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
Negasi
(Not) suatu kalimat
akan memiliki nilai kebenaran yang berlawanan dengan nilai kebenaran yang asli.
Jadi jika nilai kebenaran p adalah true (benar) maka nilai kebenaran dari not p
adalah false (salah).
Kalimat p Ù q (baca p dan q) akan bernilai true (benar) jika p dan q bernilai true (benar). Jika salah satunya ada yang bernilai false (salah), nilai dari p dan q adalah false (salah).
Kalimat p Ú q (baca p atau q) memiliki 2 macam arti. Untuk memperjelas perbedaan keduanya, perhatikan 2 kalimat berikut:
a. Dalam pesta ini, tamu diperbolehkan untuk berdansa dan bernyanyi.
b. Aku akan menonton film itu di bioskop atau di laptop.
Dalam kalimat a, keseluruhan kalimat bernilai benar. Karena para tamu yang hadir dalam pesta diperbolehkan berdansa sekalius bernyanyi. Sebaliknya, dalam kalimat b, hanya salah satu diantar kalimat penyusunnya yang bernilai benar, tetapi tidak keduanya. Secara keseluruhan kalimat akan bernilai benar jika aku akan menonton film itu di bioskop saja, atau aku akan menonton film itu di laptop saja.
Kata penghubung “atau (OR)” dalam kalimat a disebut Inclusive OR, sedangkan kalimat b disebut Exclusive OR.
Secara umum, jika yang dimasud penghubung “OR” adalah Inclusive OR (semua kalimat penyusun bernilai benar) maka nilai p Ú q adalah benar. Jika kalimat Exclusive OR (salah satu kalimat penyusun bernilai salah) maka nilai p Ú q adalah benar.
Dalam kalimat p Þ q, p disebut hipotesis (antesenden) dan q disebut konklusi (konsekuen). Kalimat berbentuk p Þ q disebut kalimat berkondisi karena nilai kebanaran q tergantung pada kebenaran kalimat p. Kalimat p Þ q dapat dibaca dalam beberapa bentuk:
a. Bila p maka q (jika p maka q)
b. q apabila p
c. p hanya bila q
Alasannya adalah jika tidak q (q salah), maka p juga tidak terjadi (p salah).
Sesuai dengan baris ke 4 kolom ke 6 pada tabel.
d. p adalah syarat untuk q
e. q adalah syarat yang perlu untuk p
Kalimat p Þ q akan bernilai salah jika p bernilai benar dan q bernilai salah.
Sebagai contoh, “jika besok cerah, aku akan datang ke rumahmu.”
Misalkan p menyatakan “jika besok cerah”
Dan kalimat q menyatakan “aku akan datang ke rumahmu.”
Jika p dan q bernilai benar maka seseorang yang berjanji tersebut tidak berbohong (bernilai benar).
Jika p bernilai salah maka seseorang tersebut terbebas dari janjinya namun jika ia tetap datang ke rumah temannya maka ia tidak akan disalahkan (bernilai benar).
Namun jika p bernilai benar dan q bernilai salah, maka kalimat akan bernilai salah. Hal itu dikarenakan jika hari cerah dan seseorang tersebut tidak datang kerumah temannya maka ia berbohong (bernilai salah).
Kalimat p Û q (baca p jika dan hanya jika q) adalah kalimat berkondisi ganda (biconditional) yang berarti (p Þ q) Ù (q Þ p). Supaya p Û q bernilai benar, maka baik p Þ q maupun q Þ p harus bernilai benar.
Perhatikan tabel berikut :
Kalimat p Ù q (baca p dan q) akan bernilai true (benar) jika p dan q bernilai true (benar). Jika salah satunya ada yang bernilai false (salah), nilai dari p dan q adalah false (salah).
Kalimat p Ú q (baca p atau q) memiliki 2 macam arti. Untuk memperjelas perbedaan keduanya, perhatikan 2 kalimat berikut:
a. Dalam pesta ini, tamu diperbolehkan untuk berdansa dan bernyanyi.
b. Aku akan menonton film itu di bioskop atau di laptop.
Dalam kalimat a, keseluruhan kalimat bernilai benar. Karena para tamu yang hadir dalam pesta diperbolehkan berdansa sekalius bernyanyi. Sebaliknya, dalam kalimat b, hanya salah satu diantar kalimat penyusunnya yang bernilai benar, tetapi tidak keduanya. Secara keseluruhan kalimat akan bernilai benar jika aku akan menonton film itu di bioskop saja, atau aku akan menonton film itu di laptop saja.
Kata penghubung “atau (OR)” dalam kalimat a disebut Inclusive OR, sedangkan kalimat b disebut Exclusive OR.
Secara umum, jika yang dimasud penghubung “OR” adalah Inclusive OR (semua kalimat penyusun bernilai benar) maka nilai p Ú q adalah benar. Jika kalimat Exclusive OR (salah satu kalimat penyusun bernilai salah) maka nilai p Ú q adalah benar.
Dalam kalimat p Þ q, p disebut hipotesis (antesenden) dan q disebut konklusi (konsekuen). Kalimat berbentuk p Þ q disebut kalimat berkondisi karena nilai kebanaran q tergantung pada kebenaran kalimat p. Kalimat p Þ q dapat dibaca dalam beberapa bentuk:
a. Bila p maka q (jika p maka q)
b. q apabila p
c. p hanya bila q
Alasannya adalah jika tidak q (q salah), maka p juga tidak terjadi (p salah).
Sesuai dengan baris ke 4 kolom ke 6 pada tabel.
d. p adalah syarat untuk q
e. q adalah syarat yang perlu untuk p
Kalimat p Þ q akan bernilai salah jika p bernilai benar dan q bernilai salah.
Sebagai contoh, “jika besok cerah, aku akan datang ke rumahmu.”
Misalkan p menyatakan “jika besok cerah”
Dan kalimat q menyatakan “aku akan datang ke rumahmu.”
Jika p dan q bernilai benar maka seseorang yang berjanji tersebut tidak berbohong (bernilai benar).
Jika p bernilai salah maka seseorang tersebut terbebas dari janjinya namun jika ia tetap datang ke rumah temannya maka ia tidak akan disalahkan (bernilai benar).
Namun jika p bernilai benar dan q bernilai salah, maka kalimat akan bernilai salah. Hal itu dikarenakan jika hari cerah dan seseorang tersebut tidak datang kerumah temannya maka ia berbohong (bernilai salah).
Kalimat p Û q (baca p jika dan hanya jika q) adalah kalimat berkondisi ganda (biconditional) yang berarti (p Þ q) Ù (q Þ p). Supaya p Û q bernilai benar, maka baik p Þ q maupun q Þ p harus bernilai benar.
Perhatikan tabel berikut :
p
|
q
|
p Þ q
|
q Þ p
|
p Û q
atau
(p Þ q) Ù (q Þ p)
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
Jadi p Û q akan bernilai benar jika kedua kalimat penyusun bernilai sama baik itu bernilai salah maupun bernilai benar.
Contoh 3
Buatlah tabel kebenaran untuk kalimat dalam bentuk simbol – simbol logika dibawah ini!
a. Ø(Øp Ú Øq)
b. (p Þ q) Ù Ø(p Ú q)
c. (Øp Ù (Øq Ù r)) Ú (q Ù r) Ú (p Ù r)
Penyelesaian :
a. Ø(Øp Ú Øq)
p
|
q
|
Øp
|
Øq
|
Øp
Ú
Øq
|
Ø(Øp
Ú
Øq)
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
b.
(p Þ q) Ù Ø(p Ú q)
p
|
q
|
p Þ q
|
p Ú q
|
Ø(p Ú q)
|
(p Þ q) Ù Ø(p Ú q)
|
T
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
T
|
c. (Øp Ù (Øq Ù r)) Ú (q Ù r) Ú (p Ù r)
p
|
q
|
r
|
Øp
|
Øq
|
Øq
Ù
r
|
Øp
Ù
(Øq
Ù
r)
|
q Ù r
|
p Ù r
|
(Øp Ù (Øq Ù r )) Ú (q Ù r) Ú (p Ù r)
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
HUKUM EKUIVALENSI
Beberapa hukum ekuivalensi logika disajikan dalam daftar
dibawah ini :
1. Hukum Komutatif
p Ù q Û q Ù p
atau
q Ú p Û p Ú q
2. Hukum Asosiatif
(p Ù q) Ù r Û p Ù (q Ù r)
atau
(p Ú q) Ú r Û p Ú (q Ú r)
3. Hukum Distributif
p Ù (q Ú r) Û (p Ù q) Ú (p Ù r)
atau
p Ú (q Ù r) Û (p Ú q) Ù (p Ú r)
4. Hukum Identitas
p Ù T Û p
atau
p Ú F Û p
5. Hukum Ikatan
p Ú T Û T
atau
p Ù F Û F
6. Hukum Negasi
p Ú Øp Û T
atau
p Ù Øp Û F
7. Hukum Negasi Ganda
Ø(Øp) Û p
8. Hukum Idempoten
p Ù p Û p
atau
p Ú p Û p
9. Hukum De Morgan
Ø(p Ù q) Û Øp Ú Øq
atau
Ø(p Ú q) Û Øp Ù Øq
10. Hukum Absorbsi
p Ú (p Ù q) Û p
atau
p Ù (p Ú q) Û p
11. Negasi T dan F
ØT Û F
atau
ØF Û T
Contoh 3.1
Sederhanakan
bentuk Ø(p Ú Øq) Ú (Øp Ù Øq)!
Penyelesaian
:
Ø(p Ú Øq) Ú (Øp Ù Øq)
Û (Øp Ù Ø(Øq)) Ú (Øp Ù Øq) (hukum de morgan)
Û (Øp Ù q) Ú (Øp Ù Øq) (hukum negasi ganda)
Û Øp Ù (q Ú Øq) (hukum distributif)
Û Øp Ù T (hukum negasi)
Û Øp (hukum identitas)
Û (Øp Ù Ø(Øq)) Ú (Øp Ù Øq) (hukum de morgan)
Û (Øp Ù q) Ú (Øp Ù Øq) (hukum negasi ganda)
Û Øp Ù (q Ú Øq) (hukum distributif)
Û Øp Ù T (hukum negasi)
Û Øp (hukum identitas)
TAUTOLOGI, KONTRADIKSI DAN KONTINGENSI
Tautologi adalah suatu kalimat
yang selalu bernilai benar, tidak peduli bagaimana nilai kebenaran masing –
masing kalimat penyusunnya. Sebaliknya, kontradiktif adalah suatu kalimat yang
selalu bernilai salah, tidak peduli bagaimana nilai kebenaran masing – masing
kalimat penyusunnya. Dan kontingensi adalah kalimat yang nilai kebenaranya bisa
bernilai benar atau salah.
Dalam tabel kebenaran,
suatu tautologi selalu bernilai T pada semua barisnya, sebaliknya kontradiksi
selalu bernilai F pada semua barisnya. Dan suatu kontingensi akan memiliki T
atau F disetiap baris.
Contoh 4.1
1. Tentukan kalimat – kalimat dibawah ini adalah tautologi,
kontradiktif atau kontingensi!
a. (p Ù q) Þ q
b. Ø(Øp Û q)
c. p Ù (Øp Ù q)
penyelesaian :
a. Tabel kebenaran (p Ù q) Þ q
p
|
q
|
p Ù q
|
(p Ù q) Þ q
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
Berdasarkan tabel kebenaran
diatas maka (p Ù q) Þ q termasuk kalimat tautologi.
b. Tabel kebenaran Ø(Øp Û q)
p
|
q
|
Øp
|
(Øp Û q)
|
Ø(Øp Û q)
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
T
|
Berdasarkan tabel kebenaran
diatas maka Ø(Øp Û q) termasuk kalimat
kontingensi.
c. Tabel kebenaran p Ù (Øp Ù q)
p
|
q
|
(Øp)
|
(Øp Ù q)
|
p Ù (Øp Ù q)
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
F
|
F
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
Berdasarkan tabel kebenaran
diatas maka p Ù (Øp Ù q) termasuk kalimat
kontradiksi.
5. Metode – metode Inferensi
Metode inferensi adalah teknik
menurunkan kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada, tanpa menggunakan tabel
kebenaran. Berikut beberapa metode inferensi :
a. Modus Ponens
Implikasi “bila p maka q” jika
p bernilai benar untuk membuat kalimat bernilai benar maka q harus bernilai
benar. Infersi seperti itu disebut Modus
Ponens. Secara simbolis, Modus
Ponens dapat dinyatakan sebagai berikut :
p Þ q
p
_______
\ q
Hal itu dapat dilihat pada tabel kebenaran berikut :
Baris Ke
|
p
|
q
|
p Þ q
|
p
|
q
|
1
|
T
|
T
|
T
|
T
|
T
|
2
|
T
|
F
|
F
|
T
|
F
|
3
|
F
|
T
|
T
|
F
|
T
|
4
|
F
|
F
|
T
|
F
|
F
|
Baris kritis adalah baris pertama. Pada baris tersebut,
konklusi (q) bernilai T sehingga argumennya valid.
Contoh 5.1
Jika digit terakhir suatu bilangan adalah bilangan genap,
maka bilangan tersebut habis dibagi 2.
Digit terakhir bilangan 184 adalah 4
_____________________________
\ bilangan 182 habis dibagi 2.
b. Modus Tollens
Bentuk Modus Tollens mirip dengan Modus
Ponens, hanya saja hipotesis kedua dan kesimpulan merupakan kontraposisi
hipotesis pertama dari Modus Ponens.
Perlu diingat bahwa suatu implikasi selalu ekuivalen dengan kontarposisinya.
Secara simbolis, bentuk infersi Modus
Tollens dapat dinyatakan sebagai berikut:
p Þ q
Øp
_______
\ Øq
Contoh 5.2
Jika Zeus seorang manusia, ia dapat mati
Zeus tidak dapat mati
_________________________________
\ Zeus bukan seorang manusia
c. Penambahan Disjungtif
Infersi Penambahan Disjungtif didasarkan pada fakta bahwa suatu kalimat
dapat digeneralisasikan dengan penghubung “Ú”.
Alasannya karena penghubung “Ú” bernilai benar jika salah
satu kalimat penyusunnya bernilai benar. Bentuk simbolis metode infersi Penambahan Disjungtif sebagai berikut :
p
_______
\ p Ú q
Atau
q
_______
\ p Ú q
Contoh 5.3
Andre adalah siswa SMA (Sekolah Menengah Atas)
_________________________________________________
\ Andre adalah siswa sekolah menengah (SMA atau SMP)
d. Penyederhanaan Konjungtif
Infersi Penyederhanaan Konjungtif merupakan kebalikan dari infersi Penambahan Disjungtif. Jika beberapa
kalimat dihubungkan dengan penghubung “Ù”,
maka kalimat tersebut dapat diambil salah satunya secara khusus. Penyempitan
kalimat tersebut merupakan kebalikan dari Penambahan
Disjungtif yang merupakan perluasan suatu kalimat. Betuk simbolis metode
infersi Penyederhanaan Konjungtif adalah
sebagai berikut :
p Ù q
_____
\ p
Atau
p Ù q
_____
\ q
Contoh 5.4
Nila menguasai bahasa Inggris dan Mandarin
_____________________________________
\ Nila menguasai bahasa Inggris
e. Silogisme Disjungtif
Prinsip dasar dari Silogisme Disjungtif adalah kenyataan
jika kita diperhadapakan pada dua pilihan yang ditawarkan (A atau B), sedangkan
kita tidak bisa memilih A, maka kita hanya dapat memilih B. Hal ini sering kita
jumpai dalam kehidupan sehari – hari, seperti saat kita ditanyai oleh penjual
warung, “ingin memesan nasi goreng atau mie goreng?” ornag yang ditanyai harus
memilih salah satu. Jika ia tidak suka nasi goreng pasti ia memilih mie goreng.
Secara simbolis, bentuk infersi Silogisme
Disjungsi adalah sebagai berikut :
p Ú q
Øp
______
\ q
Atau
p Ú q
Øq
______
\ p
Contoh 5.5
Kamu menonton film di rumah atau di bioskop
Kamu tidak suka menonton film di bioskop
______________________________________
\ Kamu menonton film di rumah
f. Silogisme Hipotesis
Prinsip infersi Silogisme Hipotesis adalah sifat
transitif pada implikasi. Jika p Þ q
maupun q Þ r bernilai benar, maka p Þ r bernilai benar juga. Secara simbolis, Silogisme Hipotesis adalah sebagai
berikut :
p Þ q
q Þ r
_______
\ p Þ r
Contoh 5.6
Jika 48 habis dibagi 4, maka 48 habis dibagi 2
Jika 48 habis dibagi 2, maka setiap digitnya habis dibagi 2
___________________________________________________
\ Jika 48 habis dibagi 4, maka setiap digitnya habis dibagi
2
g. Dilema (Pembagian dalam Beberapa Kasus)
Terkadang, dalam kalimat yang
dihubungkan dengan penghubung “Ú”, masing – masing kalimat
dapat mengimplikasikan suatu hal yang sama. Bedasarkan hal tersebut suatu
kesimpulan dapat diambil. Secara simbolis, infersi Dilema adalah sebagai berikut :
p Ú q
p Þ r
q Þ r
______
\ r
Contoh 5.7
Nanti malam Yona mengajak saya makan di angkringan atau
nonton
Jika Yona mengajak saya makan di angkringan maka saya
senang
Jika Yona mengajak saya nonton maka saya senang
_________________________________________________________
\ Nanti malam saya senang
h. Konjungsi
Infersi Konjungsi adalah penggabungan 2 kalimat bernilai benar dan
digabungkan dengan menggunakan penghubung “Ù”
maka kalimat bernilai benar. Secara simbolis, Konjungsi adalah sebagai berikut :
p
q
_______
\ p Ù q
Contoh 5.8
Saya suka coklat
Saya suka susu
________________________
\ Saya suka coklat dan susu
Kedelapan bentuk metode infersi dapat diringkas dalam tabel
berikut:
ATURAN
|
BENTUK
ARGUMEN
|
|
Modus ponens
|
p Þ q
p
_______
\ q
|
|
Modus Tollens
|
p Þ q
Øp
_______
\ Øq
|
|
Penambahan
Disjungtif
|
p Ú q
Øp
______
\ q
|
p Ú q
Øq
______
\ p
|
Penyederhanaan
Konjungtif
|
p Ù q
_____
\ p
|
p Ù q
_____
\ q
|
Silogisme Hipotesis
|
p Þ q
q Þ r
_______
\ p Þ r
|
|
Silogisme
Disjungtif
|
p Ú q
Øp
______
\ q
|
p Ú q
Øq
______
\ p
|
Dilema
|
p Ú q
p Þ r
q Þ r
______
\ r
|
|
Konjungtif
|
p
q
_______
\ p Ù q
|
Contoh 5.9
Buktikan
kevalidan argumen dibawah ini menggunakan prinsip – prinsip infersi logika!
p Ù q
(p Ù q) Þ r
__________
\ r
Penyelesaian
1. p Ù q (hipotesa)
__________
\ p (penyederhanaan
konjungtif)
2. p (hasil
1)
__________
\ p Ú q (penambahan disjungtif)
3. (p Ù q) Þ r (hipotesa)
(p Ù q) (hasil
2)
__________
\ r (modus
ponens)
Terbukti bahwa argumen
p Ù q
(p Ù q) Þ r
__________
\ r
Merupakan
argumen yang valid.